Daerah
Diduga Toko Obat Tidak Memiliki Izin dan Tanpa Apoteker
Bogor, Nodeal.id
Jual obat tanpa resep dokter sudah hal biasa di wilayah Bogor, demi mencari untung sebesar-besarnya pedagang obat berani menjual berbagai jenis macam obat dan tanpa pengawasan dari Badan BPOM, Dinas Keshatan dan intansi terkait, hal ini terjadi di duga sudah berkordinasi dengan para intansi terkait serta pihak Aparat Penegak Hukum.
Salah satu pedagang obat sebut saja Gojali (samaran) mengatakan” saya hanya karyawan biasa, saya tidak memiliki sertifikat apoteker, untuk izin toko obat ini lagi dalam proses, sementara masih sistem kordinasi dengan pihak desa, Kecamatan, Polsek dan Polres untuk lain-lainnya bukan urusan saya ’ungkapnya.
Tambahnya lagi, kami selalu membayar kordinasi setiap bulan
salah satu masyarakat yang membeli obat yang tidak mau menyebut jati dirinya mengatakan” saya membeli obat karena kehabisan, saya membeli obat berdasarkan adanya resep dokter dari rumah sakit, jenis obat yang saya cari di toko obat lain tidak ada, kalaupun ada harganya lumayan mahal, kalau di toko obat ini agak murah” ujarnya.
Toko obat yang di duga tidak memiliki izin dan lainnya berada di Jl. Babakan Madang –sentul Rt.03/Rw.02 Desa Citaringgul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor.
Toko obat tersebut sudah cukup lama melakukan Penjualan obat tanpa resep Dokter.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Forum Wartawan Pemantau Peradilan Bogor Raya Juniar Irwan Manurung mengatakan” salah satu tim saya membeli obat di Toko milik paka Gojali, nama obat yang dibeli adalah Dexa-M dan lainnya (obat keras), pedagang obatnya tidak memberikan Obat tanpa adanya resep dokter dan pedagangnya adalah karyawan toko biasa (bukan Apoteker),
Hal ini sangat jelas melanggar aturan, berdasarkan UU Kesehatan 2023 Pasal 320 ayat (5), “Selain Obat bebas dan Obat bebas terbatas, Obat keras tertentu dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Juga diperjelas di Pasal 2 Peraturan menteri kesehatan 919/1993 yang mengatur bahwa obat tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut : Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun, dan orang tua di atas 65 (enam puluh lima) tahun, Pengobatan sendiri dengan obat tersebut tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
Penggunaannya tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. Obat tersebut memiliki rasio khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.
Jika melanggar peraturan, UU Kesehatan 2023 mengatur bahwa produksi atau peredaran sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu dapat dikenakan pidana penjara hingga 12 tahun atau denda hingga Rp5 miliar (Pasal 435).
Selain itu, praktik kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan dapat dikenakan denda hingga Rp 200 juta, dan jika terkait dengan obat keras, pelaku dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda hingga Rp500 juta (Pasal 436).
Tambahnya, UU Perlindungan Konsumen 1999 mengatur dalam Pasal 8 ayat (1) bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pelanggaran ketentuan ini dapat dikenakan pidana penjara hingga 5 tahun atau denda hingga Rp2 miliar sesuai dengan Pasal 62.
Konsekuensi Hukum :Pidana Penjara dan Denda: Pelaku yang terbukti menjual obat keras tanpa resep dokter dapat dikenakan pidana penjara dan/atau denda, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Sanksi Administratif: Selain pidana, pelaku juga dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha, penutupan tempat usaha, atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kerugian Materiil dan Imateriil: Pelaku juga dapat dituntut oleh konsumen yang dirugikan untuk mengganti kerugian materiil dan imateriil yang diakibatkan oleh penjualan obat keras tanpa resep.
Sehingga, penjualan obat keras hanya dibolehkan dengan resep dokter karena obat jenis ini memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan risiko kesehatan.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, seperti UU Kesehatan 2023 dan Kepmenkes 02396/1986, obat keras termasuk narkotika dan psikotropika hanya bisa diberikan oleh apoteker atas resep dokter.
Penjualan obat keras tanpa resep, apalagi melalui media sosial, melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi berat, termasuk pidana penjara, denda, serta sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen 1999.” Paparnya.
Terkait adanya penjualan tanpa Resep dokter dan Tanpa Sertifikat Apoteker,diminta kepada Pihak-pihak terkait melakukan tindakan,hal ini dilakukan demi kesehatan Masyarakat.
(Tim)
