Toba, Nodeal,id
Kehadiran PT Bajradaya Sentranusa (BDSN) melalui operasional PLTA Asahan 1 kembali menjadi sorotan tajam. Meski telah bertahun-tahun mengeruk potensi sumber daya alam di wilayah Asahan, manfaat ekonomi dan sosial yang dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar dinilai masih sangat minim dan tidak sebanding dengan skala operasional perusahaan.
Sejumlah elemen masyarakat dan tokoh pemuda setempat mulai mempertanyakan transparansi program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (CSR) serta kontribusi perusahaan dalam pembangunan daerah yang selama ini terkesan tertutup dan tidak tepat sasaran.
Ketimpangan Ekonomi dan Isu Tenaga Kerja Salah satu poin krusial yang dipertanyakan adalah rendahnya penyerapan tenaga kerja lokal pada posisi-posisi strategis. Masyarakat menilai BDSN belum memberikan ruang yang cukup bagi putra daerah untuk terlibat aktif dalam operasional perusahaan.
“Kami melihat ada jurang pemisah antara kemegahan pembangkit dengan kondisi ekonomi desa-desa di sekitarnya. Sejauh mana perusahaan memberikan pelatihan dan prioritas kerja bagi warga kami? Hingga saat ini, dampaknya belum terasa signifikan,” ujar herbet sibarani
Efektivitas CSR 2025 Dipertanyakan Memasuki tahun 2025, masyarakat menuntut rincian terbuka mengenai program kerja perusahaan. Beberapa isu utama yang diangkat meliputi:
Transparansi Anggaran: Masyarakat mendesak BDSN untuk membuka data realisasi anggaran CSR secara publik agar tidak hanya menjadi sekadar formalitas di atas kertas.
Dampak Lingkungan: Mempertanyakan tanggung jawab perusahaan terhadap kelestarian ekosistem sungai dan lingkungan yang menjadi sumber mata pencaharian warga sebelum adanya pembangkit.
Infrastruktur yang Terabaikan: Kondisi fasilitas umum di beberapa desa penyangga dinilai masih memprihatinkan, berbanding terbalik dengan keuntungan yang diraih perusahaan setiap tahunnya.
Tuntutan Audit Sosial Kelompok masyarakat mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait untuk melakukan “Audit Sosial” terhadap PT Bajradaya Sentranusa. Audit ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana perusahaan telah memenuhi kewajibannya sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.
“Kami tidak butuh bantuan seremonial yang hanya bersifat sementara. Kami menuntut program berkelanjutan yang mampu mengangkat derajat ekonomi warga. Jika tahun 2025 tidak ada perubahan signifikan dalam pola kemitraan, maka keberadaan perusahaan di tanah kami patut dievaluasi total,” tegasnya.
Masyarakat berharap rilis ini menjadi peringatan bagi manajemen PT Bajradaya Sentranusa untuk segera melakukan dialog terbuka dan mengubah kebijakan yang selama ini dianggap kurang berpihak pada kepentingan rakyat.
(Red)
